Sabtu, 30 Mei 2015

Dinamika Psikoloogi Masa Persalinan

Diposting oleh Unknown di 19.27


Hallo.. ok sekarang ririn ngepost tentang dinamika psikologi pada masa persalinan dan nifas. Disini ririn sebutin beberapa Adat Kebiasaan untuk ibu yang habis persalinan dari beberapa tempat. Yang dari Indonesia ooh jelas ada, yang dari negara luar juga ada..selamat membaca

DINAMIKA PSIKOLOGIS MASA PERSALINAN


1.        Adat Kebiasaan Melahirkan
Banyak orang berspekulasi tentang mudah atau sulitnya aktivitas melahirkan bayi, dengan memperbandingkan prosesnya dengan berbagai suku bangsa yang mempunyai bermacam-macam budaya.
Penduduk pemeluk norma-norma tradisional secara ketat, wanita-wanita primitif memiliki toleransi lebih besar terhadap penderitaan dan rasa sakit ketika melahirkan bayinya. Dengan demikian proses melahirkan pada wanita-wanita primitif itu lebih mudah dan lebih cepat. Dan proses-proses reproduksi pada mereka itu kelihatannya lebih simple-sederhana, jika dibandingkan dengan proses reproduksi pada wanita-wanita modern yang mengalami “proses degeneratif” diakibatkan oleh kebudayaan yang memberikan banyak kemudahan dan kemanjaan, yang menyebabkan tubuh dan mentalnya kurang tertempa/terlatih untuk fungsi reproduksi atau melahirkan anak bayinya.
Banyak peneliti menyatakan, bahwa otot-otot panggul wanita-wanita primitif itu lebih efisien daripada otot panggul wanita modern yang serba “manja” sebab wanita-wanita dengan kebudayaan primitif itu hidupnya lebih aktif dan kerjanya jauh lebih berat guna menghadapi tantangan alam, jika dibandingkan dengan wanita modern yang hidup dalam kebudayaan tinggi dengan macam-macam komfort dan fasilitas. Kerja berat dan kehidupan aktif jelas memperkuat otot-otot panggulnya, sehingga memudahkan proses kelahirannya. Sedang kebudayaan modern yang tinggi sekarang ini menyebabkan timbulnya pengaruh yang sangat melemahkan dan inhibitif terhadap otot-otot panggul juga terhadap aktifitas melahirkan anak.
Misalnya, proses kelahiran pada wanita-wanita daerah Tengger di Pegunungan Bromo jarang berlangsung sangat lama. Biasanya berproses sekitar satu atau dua jam saja. Pada beberapa suku-suku primitif di tanah batak daerah kalimantan (suku dayak), Kubu (Daerah Sumatera Selatan) dan irian jaya serta suku-suku primitif di Benua Australia, proses kelahiran itu biasanya berlangsung beberapa menit saja. Ibu yang baru melahirkan itu segera memandikan tubuhnya sendiri dan bayi yang baru dilahirkannya di sungai yang paling dekat, lalu kembali pada tugas pekerjaannya yang terpotong atau terganggu oleh aktivitas melahirkannya tadi. Seolah-olah tidak ada suatu peristiwa penting yang terjadi pada dirinya.
Jika seorang wanita suku primitif yang tengah hamil itu tiba-tiba merasakan tanda-tanda mau melahirkan, suatu saat ia akan melakukan perjalanan jauh maka ia berhenti sebentar untuk menolong kelahiran bayi dan diri sendiri, lalu meneruskan lagi perjalanannya sampai ia tiba di tempat yang ingin ditujunya.
Biasanya proses melahirkan itu banyak dipengaruhi oleh proses identifikasi wanita yang bersangkutan dengan ibunya. Jika ibunya mudah melahirkan anak-anaknya maka pada umumnya anak-anak gadisnya kelak juga mudah melahirkan bayinya. Dengan demikian pengaruh-pengaruh psikologis ibu ikut memainkan peranan dalam fungsi reproduksi anak perempuannya. Dan sebaliknya jika ibunya banyak mengalami kesulitan sewaktu melahirkan anaknya maka anak gadisnya juga mengembangkan mekanisme sulit melahirkan bayinya. Maka proses identifikasi itu tampaknya menyebabkan wanita yang bersangkutan menyerah mengikuti pola melahirkan bayi yang dikembangkan oleh ibunya.
Fakta menunjukkan bahwa baik dikalangan wanita yang berkebudayaan primitif maupun dikalangan wanita-wanita modern di kota-kota besar, sering kali berlangsung peristiwa sebagai berikut : para wanita tersebut ada kalanya dihadapkan pada gangguan – gangguan yang cukup serius  dan macam-macam kesulitan sewaktu mereka melahirkan bayinya. Kesulitan tersebut kadang kala menghadapkan wanita-wanita tadi menjadi invalid atau meninggal dunia. Proses kelahiran yang sulit inilah yang mendorong orang untuk mengembangkan ilmu kebidanan dan kedokteran, guna memperingan penderitaan para ibu yang tengah melahirkan bayinya. 

2.        Emosi Pada Saat Hamil dan Proses Melahirkan
Banyaknya kemajuan dibidang kebidanan dan kedokteran untuk meringankan proses melahirkan, namun kehidupan psikis wanita yang tengah melahirkan bayinya itu sejak zaman purba hingga masa modern sekarang masih saja banyak diliputi oleh macam-macam ketakutan dan ketakhayulan.
Pada zaman mutakhir ini kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang. Sebab secara biologis, anatomis dan psikologis, kesulitan-kesulitan pada peristiwa melahirkan bisa dijelaskan dengan alasan-alasan patologis atau sebab abnormalitas (keluar-kebiasaan). Namun dalam abad ilmiah dengan semua kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat-filsafat materialistik ini, setan jahat yang membarengi kelahiran bayi kemudiaan tampil dalam bentuk baru, yaitu berupa :
Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan sendiri. Oleh rasa berdosa ini wanita yang bersangkutan merasa amat takut kalau-kalau nantinya ia melahirkan bayi yang cacat jasmaniah dan lahiriahnya.
Kita bisa memahami, bahwa lancar atau tidaknya proses kelahiran itu banyak bergantung pada kondisi biologis, khususnya kondisi wanita yang bersangkutan. Namun kita juga mengerti bahwa hampir tidak ada tingkah laku manusia (terutama yang disadari) dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi oleh proses psikis. Maka dapat dimengerti, bahwa membesarnya janin dalam kandungan itu mengakibatkan calon ibu yang bersangkutan mudah capai, tidak nyaman badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas, dan macam-macam beban jasmaniah lain lainnya diwaktu kehamilannya.
Semua pengalaman tersebut di atas pasti mengakibatkan timbulnya rasa tegang, ketakutan, kecemasan, konflik-konflik batin dan material psikis lainnya.
Lagi pula semua keresahan hati serta konflik-konflik batin yang lama-lama, kini menjadi akut dan intensif kembali dengan bertambahnya beban jasmaniah selama mengandung; lebih-lebih pada saat mendekati kelahiran bayinya. 

3.        Faktor Somatik dan Psikis yang Mempengaruhi Kelahiran
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh psikis tertentu. Maka ada :
a.       Interdependensi di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah) dengan faktor-faktor psikis.
b.      Jadi pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati pula oleh elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan. Juga para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibukkan oleh faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk memperhatikan kehidupan psikis wanita melahirkan tadi. Pada umumnya dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesei, apabila bayinya sudah lahir dengan selama, dan ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda patologis atau kelainan-kelainan pada kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi (pertolongan interventif sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat tanda-tanda kelainan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali tidak mengharapkan terjadinya proses melahirkan yang abnormal. Bahkan ada kalanya para dokter melakukan pembedahan (kelahiran artifical), dan menerapkan hipnose untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern, berkat bantuan alat-alat kabidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yang bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan tentang reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara spontan. Yaitu memperhatikan :
a.       Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang paling memuncak dan paling mengesankan dalam hidupnya,
b.      Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi psikologis dari kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa kehamilan. Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda pendahuluan. Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul kontaksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi mau melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan :
Tekanan – tekanan yang semakin terasa berat di dalam perut, keteganga-ketegangan batin, dan sesak nafas (sulit bernafas).
Bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan, duduk-berdiri-tidur serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada akhirnya meregangkan runitas ibu anak yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu menimbulkan pula semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang diwarnai oleh “sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah hamil itu secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya. Akibatnya, relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas aku-kamu (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulan dualitas perasaan, yaitu :
a.       Harapan-cinta-kasih; dan
b.      Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama menjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
 Maka selama minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk mempertahankan janinnya cepat-cepat. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasan-diri yang narsistik (dan lindungi janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan yang narsistik ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan janinnya selama mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan kelahiran bayinya, selama mungkin.

Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a.       Fantasi tentang bakal bayinya yang segera lahir sebagai objek kasih sayang, ditambah dengan
b.      Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat  “melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang atau mengeluarkan bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature (lahir sebelum waktunya).
Sebaliknya jika :
a.       Unitas yang narsitis dari sang ibu berupa kesombongan untuk mempertahankan dan memiliki janin yang unggul,
b.      Ditambah dengan kecemasan ibu kalau-kalau bayinya nanti tidak mendapatkan jaminan keamanan jika sudah ada diluar rahim ibunya, lagi pula
c.       Ibu tersebut merasa tidak atau belum mampu memikul tanggung jawab baru sebagai ibu muda, maka masa kehamilan itu akan jadi lebih panjang atau lama. Dengan kata-kata lain, muncullah kecenderungan yang sangat kuat untuk memperpanjang kehamilan.
Ada rasa melekat yang kuat terhadap status quo; dan timbul pula banyak kecemasan yang akan berkembang menjadi disharmoni atau pecahnya unitas ibu-anak. Muncul pula ketakutan menghadapi kesakitan dan risiko bahaya melahirkan bayinya. Semua peristiwa ini merupakan hambatan untuk mengakhiri masa kehamilan, dan terjadilah perpanjangan masa kehamilan.
Selanjutnya, disharmoni pada unitas relasi ibu anak pada minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menjadi prelude dari proses pemisahan (bayinya terpisah dari ibunya, keluar dari rahim ibu) yang permanen. Secara sadar, amat banyak wanita yang mendambakan anak pertamanya adalah laki-laki. Sebab banyak sekali tersembunyi dalam dambaan tersebut keinginan untuk “lahir kembali sebagai laki-laki”, sebagai proses penyempurnaan dirinya. Sebab laki-laki adalah lambang dari hidup serta keperkasaan. Juga sang ayah dan kakek biasanya mengharapkan, agar anak dan cucu pertama adalah laki-laki, sebagai lambang dari :
a.       Kelahiran kembali diri mereka
b.      Dan sebagai tanda keabadian kepribadiannya
Banyak pula wanita yang mengikuti pola harapan semacam ini, sebagai tanda cinta-kasihnya terhadap suami. Motivasi utama yang terselip di dalamnya adalah penghargaan yang dikaitkan pada hari-hari mendatang; yang pada diri anak lelakinya-lah wanita tersebut mendambakan hadirnya seorang pria yang bisa mengasihi dan melindungi dirinya, terutama jika ia sudah menjadi tua renta. 

4.        Kegelisahan dan Ketakutan Menjelang Kelahiran
Pada setiap wanita, baik yang bahagia maupun yang tidak bahagia, apabila dirinya jadi hamil pasti akan dihinggapi campuran perasaan, yaitu rasa kuat dan berani menanggung segala cobaan, dan rasa-rasa lemah hati, takut, ngeri; rasa cinta dan benci; keragu-raguan dan kepastian; kegelisahan dan rasa tenang bahagia; harapan penuh kebahagiaan dan kecemasan, yang semuanya menjadi semakin intensif pada saat mendekati masa kelahiran bayinya.
Sebab-sebab semua kegelisahan dan ketakutan antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Takut mati
Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomena fisiologis yang normal, namun hal tersebut tidak kalis dari resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses yang normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan hebat, peristiwa inilah yang menimbulkan ketakutan-katakutan khususnya takut mati baik kematian dirinya sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan.
Pada saat sekarang perasaan takut mati itu tidak perlu ada atau tidak perlu dilebih-lebihkan, berkat asanya metode-metode yang efektif untuk mengatasi macam-macam bahaya pada proses kelahiran. Dan berkat adanya kemajuan ilmu kebidanan serta pembedahan untuk mengatasi anormali-anormali anatomi-anatomis.
b.      Trauma kelahiran
Berkaitan dengan perasaan takut mati yang ada pada wanita pada saat melahirkan bayinya, adapula ketakutan lahir (takut  dilahirkan di dunia ini) pada anak bayi, yang kita kenal sebagai “trauma kelahiran”. Trauma kelahiran ini berupa ketakutan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu merupakan ketakutan “hipotesis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari ibunya.
c.       Perasaan bersalah/berdosa
Sebab lain yang menimbulkan ketakutan akan kematian pasa proses melahirkan bayinya adalah : Perasaan bersalah atau berdosa terhadap ibunya.
Perasaan berdosa terhadap ibu ini erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada saat wanita tersebut melahirkan bayinya. Oleh karena itu kita jumpai adat kebiasaan sejak zaman dahulu sampai masa sekarang berupa :
1)      Orang lebih suka dan merasa lebih mantap kalau ibunya (nenek sang bayi) menunggui dikala ia melahirkan bayinya.
2)      Maka menjadi sangat pentinglah kehadiran ibu tersebut pada saat anaknya melahirkan bayinya.
d.      Ketakutan riil
Pada saat wanita hamil, ketakutan untuk melahirkan bayinya itu bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret lainnya, misalnya :
1)     Takut kalau-kalau bayinya akan lahir cacat, atau lahir dalam kondisi yang patologis
2)     Takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu sendiri dimasa silam.
3)     Takut kalau beban hidupnya akan menjadi semakin berat oleh kelahiran sang bayi
4)     Munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak disadari, kalau ia akan dipisahkan dari bayinya
5)     Takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa kehamilan sampai waktu melahirkan bayinya. Ketakutan ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa berdosa atau rasa bersalah.

5.        Reaksi Wanita Hiper masculine dan Reaksi Wanita Total Pasif Dalam Menghadapi Kelahiran
Wanita – wanita yang sangat aktif dan hipermaskulin bersifat kejantan-jantanan ekstrim, sejak mula pertama kehamilannya senatiasa diombang-ambingkan di antara keinginan instrinktif untuk memiliki seorang anak melawan rasa keengganan untuk melahirkan anak sendiri, karena anak tersebut diduga bisa menghambat kariere dan kebahagiaannya. Kehidupan emosionalnya senantiasa goyah dilanda kerinduan-cinta pada seorang anak kotra kebencian akan mendapatkan keturunan. Kedua gejala tersebut bisa memuncak, lalu meletus jadi fenomena neurotis yang obsesif. Sebagai akibatnya, wanita tersebut tidak mempunyai kepercayaan diri, dan sering dikacau oleh gangguan-gangguan saraf, antara lain berupa :
Migraine (kepilau) atau sakit kepala yang hebat pada satu sisi kepalanya. Juga muncul banyak konflik dalam batinnya.
Apabila wanita yang sedemikian ini pada suatu saat benar-benar menjadi hamil, maka konflik-konflik batinnya menjadi semakin akut. Kehamilannya dirasakan sebagai suatu “peristiwa mimpi”, atau dirasakan sebagai pengalaman somnabulistis, seperti mimpi berjalan. Dan selalu saja ia dikejar-kejar oleh emosi-emosi yang antagonistis.
Dia juga dimuati oleh macam-macam kecemasan. Yaitu : cemas kalau sang bayi akan menghambat profesinya, bisa mematikan segala bakat dan kemampuan ibunya, kecemasan kalau-kalau ia tidak mampu memelihara bayinya. Cemas kalau-kalau ia tidak bisa membagi waktunya untuk menjamin kelancaran rumah tangga, mengasuh anak, dan mencapai karier dalam profesinya dan lain-lain. Jelaslah, bahwa sumber dari konflik-konflik batin tadi adalah :
a.       Bertandingnya konflik-konflik yang lebih fundamental. Yaitu antara dorongan maskulinitas melawan dorongan feminitasnya
b.      Dorongan maskulinitas lebih memberatkan prestasi, kariere dan jabatan, sedang dorongan feminitas secara naluriah menginginkan seorang anak sendiri.
Kebalikan yang ekstrim dari wanita hiperaktif ialah waktu yang mengalami proses kelahiran bayinya secara total-pasif. Selama kehamilannya, wanita yang hiper-pasif ini sama sekali tidak menyadari keadaan dirinya, dan tidak merasa bertanggung jawab pada segala sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Ia cuma tahu bahwa perutnya secara kebetulan ketempatan satu buah janin, yang kelak akan lahir dari dirinya. Selanjutnya, alam, Tuhan, para bidan, dan para dokterlah yang harus bertanggung jawab aksn kelahiran bayinya kelak, misalnya dengan pembedahan Caesar.
Tingkah laku wanita yang total-pasif selama kehamilannya sangat khas, yaitu :
a.       Selalu bergantung dan menempel pada ibunya atau substitute atau pengganti ibunya.
b.      Ia menyuruh suaminya sebanyak mungkin melakukan semua tugas-tugasnya
c.       Pada umumnya semua tingkah lakunya sangat infantile, kebayi-bayian, kekanak-kanakan, lincah-gembira, seakan-akan dunia ini penih dengan nyanyian ria dan mainan belaka.
d.      Tetap saja ia bersikap pasif
e.       Maka di tengah kelincahan kegembiraan hati dan kondisi perutnya yang semakin membesar, menampakkan dirinya benar-benar menyerupai seorang gadis cilik yang tengah asyik bermain-main dengan bonekanya.
f.        Jika kehamilannya sudah menjadi semakin tua, wanita tersebut biasanya jadi sangat tidak sabaran, dan menjadi semakin pasif. Ia banyak mengeluh dan selalu saja mendesak-desak lingkungannyaagar kelahiran bayinya bisa dipercepat. 

6.        Faktor Psikis yang Mempengaruhi Proses Persalinan
Secara umum, gangguan psikis ini disebabkan beberapa faktor, yaitu
a.       Perubahan hormon
Perlu diketahui,  ketika mengandung bahkan setelah melahirkan terjadi fluktuasi hormonal dalam tubuh. Hal inilah yang antara lain menyebabkan terjadinya gangguan psikologis pada ibu yang baru melahirkan.
b.      Kurangnya persiapan mental
Kondisi psikis atau mental yang kurang dalam menghadapi berbagai kemungkinan seputar peran ganda merawat bayi, pasangan, dan diri sendiri. Terutama hal-hal baru dan luar biasa yang bakal dialami setelah melahirkan. Ini tentunya dapat menimbulkan masalah. Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis dan pada akhirnya meregangkan jalinan hubungan baik ibu dan anak yang semula tunggal dan harmonis.
c.       Keinginan narsistis
Keinginan yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayinya, dan ingin mempertahankan bayinya selama mungkin di dalam kandungan. Peristiwa ini disebabkan oleh :
a.       Fantasi tentang calon bayinya yang akan menjadi objek kasih sayang
b.      Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan.

Selamat dan Semangat Belajar. Terimakasih :)

0 komentar on "Dinamika Psikoloogi Masa Persalinan"

Posting Komentar

Sabtu, 30 Mei 2015

Dinamika Psikoloogi Masa Persalinan



Hallo.. ok sekarang ririn ngepost tentang dinamika psikologi pada masa persalinan dan nifas. Disini ririn sebutin beberapa Adat Kebiasaan untuk ibu yang habis persalinan dari beberapa tempat. Yang dari Indonesia ooh jelas ada, yang dari negara luar juga ada..selamat membaca

DINAMIKA PSIKOLOGIS MASA PERSALINAN


1.        Adat Kebiasaan Melahirkan
Banyak orang berspekulasi tentang mudah atau sulitnya aktivitas melahirkan bayi, dengan memperbandingkan prosesnya dengan berbagai suku bangsa yang mempunyai bermacam-macam budaya.
Penduduk pemeluk norma-norma tradisional secara ketat, wanita-wanita primitif memiliki toleransi lebih besar terhadap penderitaan dan rasa sakit ketika melahirkan bayinya. Dengan demikian proses melahirkan pada wanita-wanita primitif itu lebih mudah dan lebih cepat. Dan proses-proses reproduksi pada mereka itu kelihatannya lebih simple-sederhana, jika dibandingkan dengan proses reproduksi pada wanita-wanita modern yang mengalami “proses degeneratif” diakibatkan oleh kebudayaan yang memberikan banyak kemudahan dan kemanjaan, yang menyebabkan tubuh dan mentalnya kurang tertempa/terlatih untuk fungsi reproduksi atau melahirkan anak bayinya.
Banyak peneliti menyatakan, bahwa otot-otot panggul wanita-wanita primitif itu lebih efisien daripada otot panggul wanita modern yang serba “manja” sebab wanita-wanita dengan kebudayaan primitif itu hidupnya lebih aktif dan kerjanya jauh lebih berat guna menghadapi tantangan alam, jika dibandingkan dengan wanita modern yang hidup dalam kebudayaan tinggi dengan macam-macam komfort dan fasilitas. Kerja berat dan kehidupan aktif jelas memperkuat otot-otot panggulnya, sehingga memudahkan proses kelahirannya. Sedang kebudayaan modern yang tinggi sekarang ini menyebabkan timbulnya pengaruh yang sangat melemahkan dan inhibitif terhadap otot-otot panggul juga terhadap aktifitas melahirkan anak.
Misalnya, proses kelahiran pada wanita-wanita daerah Tengger di Pegunungan Bromo jarang berlangsung sangat lama. Biasanya berproses sekitar satu atau dua jam saja. Pada beberapa suku-suku primitif di tanah batak daerah kalimantan (suku dayak), Kubu (Daerah Sumatera Selatan) dan irian jaya serta suku-suku primitif di Benua Australia, proses kelahiran itu biasanya berlangsung beberapa menit saja. Ibu yang baru melahirkan itu segera memandikan tubuhnya sendiri dan bayi yang baru dilahirkannya di sungai yang paling dekat, lalu kembali pada tugas pekerjaannya yang terpotong atau terganggu oleh aktivitas melahirkannya tadi. Seolah-olah tidak ada suatu peristiwa penting yang terjadi pada dirinya.
Jika seorang wanita suku primitif yang tengah hamil itu tiba-tiba merasakan tanda-tanda mau melahirkan, suatu saat ia akan melakukan perjalanan jauh maka ia berhenti sebentar untuk menolong kelahiran bayi dan diri sendiri, lalu meneruskan lagi perjalanannya sampai ia tiba di tempat yang ingin ditujunya.
Biasanya proses melahirkan itu banyak dipengaruhi oleh proses identifikasi wanita yang bersangkutan dengan ibunya. Jika ibunya mudah melahirkan anak-anaknya maka pada umumnya anak-anak gadisnya kelak juga mudah melahirkan bayinya. Dengan demikian pengaruh-pengaruh psikologis ibu ikut memainkan peranan dalam fungsi reproduksi anak perempuannya. Dan sebaliknya jika ibunya banyak mengalami kesulitan sewaktu melahirkan anaknya maka anak gadisnya juga mengembangkan mekanisme sulit melahirkan bayinya. Maka proses identifikasi itu tampaknya menyebabkan wanita yang bersangkutan menyerah mengikuti pola melahirkan bayi yang dikembangkan oleh ibunya.
Fakta menunjukkan bahwa baik dikalangan wanita yang berkebudayaan primitif maupun dikalangan wanita-wanita modern di kota-kota besar, sering kali berlangsung peristiwa sebagai berikut : para wanita tersebut ada kalanya dihadapkan pada gangguan – gangguan yang cukup serius  dan macam-macam kesulitan sewaktu mereka melahirkan bayinya. Kesulitan tersebut kadang kala menghadapkan wanita-wanita tadi menjadi invalid atau meninggal dunia. Proses kelahiran yang sulit inilah yang mendorong orang untuk mengembangkan ilmu kebidanan dan kedokteran, guna memperingan penderitaan para ibu yang tengah melahirkan bayinya. 

2.        Emosi Pada Saat Hamil dan Proses Melahirkan
Banyaknya kemajuan dibidang kebidanan dan kedokteran untuk meringankan proses melahirkan, namun kehidupan psikis wanita yang tengah melahirkan bayinya itu sejak zaman purba hingga masa modern sekarang masih saja banyak diliputi oleh macam-macam ketakutan dan ketakhayulan.
Pada zaman mutakhir ini kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang. Sebab secara biologis, anatomis dan psikologis, kesulitan-kesulitan pada peristiwa melahirkan bisa dijelaskan dengan alasan-alasan patologis atau sebab abnormalitas (keluar-kebiasaan). Namun dalam abad ilmiah dengan semua kemajuan ilmu pengetahuan dan filsafat-filsafat materialistik ini, setan jahat yang membarengi kelahiran bayi kemudiaan tampil dalam bentuk baru, yaitu berupa :
Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau kesalahan-kesalahan sendiri. Oleh rasa berdosa ini wanita yang bersangkutan merasa amat takut kalau-kalau nantinya ia melahirkan bayi yang cacat jasmaniah dan lahiriahnya.
Kita bisa memahami, bahwa lancar atau tidaknya proses kelahiran itu banyak bergantung pada kondisi biologis, khususnya kondisi wanita yang bersangkutan. Namun kita juga mengerti bahwa hampir tidak ada tingkah laku manusia (terutama yang disadari) dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi oleh proses psikis. Maka dapat dimengerti, bahwa membesarnya janin dalam kandungan itu mengakibatkan calon ibu yang bersangkutan mudah capai, tidak nyaman badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam bernafas, dan macam-macam beban jasmaniah lain lainnya diwaktu kehamilannya.
Semua pengalaman tersebut di atas pasti mengakibatkan timbulnya rasa tegang, ketakutan, kecemasan, konflik-konflik batin dan material psikis lainnya.
Lagi pula semua keresahan hati serta konflik-konflik batin yang lama-lama, kini menjadi akut dan intensif kembali dengan bertambahnya beban jasmaniah selama mengandung; lebih-lebih pada saat mendekati kelahiran bayinya. 

3.        Faktor Somatik dan Psikis yang Mempengaruhi Kelahiran
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh psikis tertentu. Maka ada :
a.       Interdependensi di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah) dengan faktor-faktor psikis.
b.      Jadi pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati pula oleh elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan. Juga para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibukkan oleh faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk memperhatikan kehidupan psikis wanita melahirkan tadi. Pada umumnya dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesei, apabila bayinya sudah lahir dengan selama, dan ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda patologis atau kelainan-kelainan pada kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi (pertolongan interventif sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat tanda-tanda kelainan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali tidak mengharapkan terjadinya proses melahirkan yang abnormal. Bahkan ada kalanya para dokter melakukan pembedahan (kelahiran artifical), dan menerapkan hipnose untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern, berkat bantuan alat-alat kabidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yang bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan tentang reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara spontan. Yaitu memperhatikan :
a.       Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang paling memuncak dan paling mengesankan dalam hidupnya,
b.      Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi psikologis dari kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa kehamilan. Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda pendahuluan. Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul kontaksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi mau melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan :
Tekanan – tekanan yang semakin terasa berat di dalam perut, keteganga-ketegangan batin, dan sesak nafas (sulit bernafas).
Bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan, duduk-berdiri-tidur serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada akhirnya meregangkan runitas ibu anak yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu menimbulkan pula semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang diwarnai oleh “sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah hamil itu secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya. Akibatnya, relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas aku-kamu (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulan dualitas perasaan, yaitu :
a.       Harapan-cinta-kasih; dan
b.      Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama menjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
 Maka selama minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk mempertahankan janinnya cepat-cepat. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasan-diri yang narsistik (dan lindungi janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan yang narsistik ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan janinnya selama mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan kelahiran bayinya, selama mungkin.

Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a.       Fantasi tentang bakal bayinya yang segera lahir sebagai objek kasih sayang, ditambah dengan
b.      Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat  “melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang atau mengeluarkan bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature (lahir sebelum waktunya).
Sebaliknya jika :
a.       Unitas yang narsitis dari sang ibu berupa kesombongan untuk mempertahankan dan memiliki janin yang unggul,
b.      Ditambah dengan kecemasan ibu kalau-kalau bayinya nanti tidak mendapatkan jaminan keamanan jika sudah ada diluar rahim ibunya, lagi pula
c.       Ibu tersebut merasa tidak atau belum mampu memikul tanggung jawab baru sebagai ibu muda, maka masa kehamilan itu akan jadi lebih panjang atau lama. Dengan kata-kata lain, muncullah kecenderungan yang sangat kuat untuk memperpanjang kehamilan.
Ada rasa melekat yang kuat terhadap status quo; dan timbul pula banyak kecemasan yang akan berkembang menjadi disharmoni atau pecahnya unitas ibu-anak. Muncul pula ketakutan menghadapi kesakitan dan risiko bahaya melahirkan bayinya. Semua peristiwa ini merupakan hambatan untuk mengakhiri masa kehamilan, dan terjadilah perpanjangan masa kehamilan.
Selanjutnya, disharmoni pada unitas relasi ibu anak pada minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menjadi prelude dari proses pemisahan (bayinya terpisah dari ibunya, keluar dari rahim ibu) yang permanen. Secara sadar, amat banyak wanita yang mendambakan anak pertamanya adalah laki-laki. Sebab banyak sekali tersembunyi dalam dambaan tersebut keinginan untuk “lahir kembali sebagai laki-laki”, sebagai proses penyempurnaan dirinya. Sebab laki-laki adalah lambang dari hidup serta keperkasaan. Juga sang ayah dan kakek biasanya mengharapkan, agar anak dan cucu pertama adalah laki-laki, sebagai lambang dari :
a.       Kelahiran kembali diri mereka
b.      Dan sebagai tanda keabadian kepribadiannya
Banyak pula wanita yang mengikuti pola harapan semacam ini, sebagai tanda cinta-kasihnya terhadap suami. Motivasi utama yang terselip di dalamnya adalah penghargaan yang dikaitkan pada hari-hari mendatang; yang pada diri anak lelakinya-lah wanita tersebut mendambakan hadirnya seorang pria yang bisa mengasihi dan melindungi dirinya, terutama jika ia sudah menjadi tua renta. 

4.        Kegelisahan dan Ketakutan Menjelang Kelahiran
Pada setiap wanita, baik yang bahagia maupun yang tidak bahagia, apabila dirinya jadi hamil pasti akan dihinggapi campuran perasaan, yaitu rasa kuat dan berani menanggung segala cobaan, dan rasa-rasa lemah hati, takut, ngeri; rasa cinta dan benci; keragu-raguan dan kepastian; kegelisahan dan rasa tenang bahagia; harapan penuh kebahagiaan dan kecemasan, yang semuanya menjadi semakin intensif pada saat mendekati masa kelahiran bayinya.
Sebab-sebab semua kegelisahan dan ketakutan antara lain adalah sebagai berikut :
a.       Takut mati
Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomena fisiologis yang normal, namun hal tersebut tidak kalis dari resiko dan bahaya kematian. Bahkan pada proses yang normal sekalipun senantiasa disertai perdarahan dan kesakitan hebat, peristiwa inilah yang menimbulkan ketakutan-katakutan khususnya takut mati baik kematian dirinya sendiri maupun anak bayi yang akan dilahirkan.
Pada saat sekarang perasaan takut mati itu tidak perlu ada atau tidak perlu dilebih-lebihkan, berkat asanya metode-metode yang efektif untuk mengatasi macam-macam bahaya pada proses kelahiran. Dan berkat adanya kemajuan ilmu kebidanan serta pembedahan untuk mengatasi anormali-anormali anatomi-anatomis.
b.      Trauma kelahiran
Berkaitan dengan perasaan takut mati yang ada pada wanita pada saat melahirkan bayinya, adapula ketakutan lahir (takut  dilahirkan di dunia ini) pada anak bayi, yang kita kenal sebagai “trauma kelahiran”. Trauma kelahiran ini berupa ketakutan berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu merupakan ketakutan “hipotesis” untuk dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari ibunya.
c.       Perasaan bersalah/berdosa
Sebab lain yang menimbulkan ketakutan akan kematian pasa proses melahirkan bayinya adalah : Perasaan bersalah atau berdosa terhadap ibunya.
Perasaan berdosa terhadap ibu ini erat hubungannya dengan ketakutan akan mati pada saat wanita tersebut melahirkan bayinya. Oleh karena itu kita jumpai adat kebiasaan sejak zaman dahulu sampai masa sekarang berupa :
1)      Orang lebih suka dan merasa lebih mantap kalau ibunya (nenek sang bayi) menunggui dikala ia melahirkan bayinya.
2)      Maka menjadi sangat pentinglah kehadiran ibu tersebut pada saat anaknya melahirkan bayinya.
d.      Ketakutan riil
Pada saat wanita hamil, ketakutan untuk melahirkan bayinya itu bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret lainnya, misalnya :
1)     Takut kalau-kalau bayinya akan lahir cacat, atau lahir dalam kondisi yang patologis
2)     Takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh dosa-dosa ibu itu sendiri dimasa silam.
3)     Takut kalau beban hidupnya akan menjadi semakin berat oleh kelahiran sang bayi
4)     Munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak disadari, kalau ia akan dipisahkan dari bayinya
5)     Takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa kehamilan sampai waktu melahirkan bayinya. Ketakutan ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa berdosa atau rasa bersalah.

5.        Reaksi Wanita Hiper masculine dan Reaksi Wanita Total Pasif Dalam Menghadapi Kelahiran
Wanita – wanita yang sangat aktif dan hipermaskulin bersifat kejantan-jantanan ekstrim, sejak mula pertama kehamilannya senatiasa diombang-ambingkan di antara keinginan instrinktif untuk memiliki seorang anak melawan rasa keengganan untuk melahirkan anak sendiri, karena anak tersebut diduga bisa menghambat kariere dan kebahagiaannya. Kehidupan emosionalnya senantiasa goyah dilanda kerinduan-cinta pada seorang anak kotra kebencian akan mendapatkan keturunan. Kedua gejala tersebut bisa memuncak, lalu meletus jadi fenomena neurotis yang obsesif. Sebagai akibatnya, wanita tersebut tidak mempunyai kepercayaan diri, dan sering dikacau oleh gangguan-gangguan saraf, antara lain berupa :
Migraine (kepilau) atau sakit kepala yang hebat pada satu sisi kepalanya. Juga muncul banyak konflik dalam batinnya.
Apabila wanita yang sedemikian ini pada suatu saat benar-benar menjadi hamil, maka konflik-konflik batinnya menjadi semakin akut. Kehamilannya dirasakan sebagai suatu “peristiwa mimpi”, atau dirasakan sebagai pengalaman somnabulistis, seperti mimpi berjalan. Dan selalu saja ia dikejar-kejar oleh emosi-emosi yang antagonistis.
Dia juga dimuati oleh macam-macam kecemasan. Yaitu : cemas kalau sang bayi akan menghambat profesinya, bisa mematikan segala bakat dan kemampuan ibunya, kecemasan kalau-kalau ia tidak mampu memelihara bayinya. Cemas kalau-kalau ia tidak bisa membagi waktunya untuk menjamin kelancaran rumah tangga, mengasuh anak, dan mencapai karier dalam profesinya dan lain-lain. Jelaslah, bahwa sumber dari konflik-konflik batin tadi adalah :
a.       Bertandingnya konflik-konflik yang lebih fundamental. Yaitu antara dorongan maskulinitas melawan dorongan feminitasnya
b.      Dorongan maskulinitas lebih memberatkan prestasi, kariere dan jabatan, sedang dorongan feminitas secara naluriah menginginkan seorang anak sendiri.
Kebalikan yang ekstrim dari wanita hiperaktif ialah waktu yang mengalami proses kelahiran bayinya secara total-pasif. Selama kehamilannya, wanita yang hiper-pasif ini sama sekali tidak menyadari keadaan dirinya, dan tidak merasa bertanggung jawab pada segala sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Ia cuma tahu bahwa perutnya secara kebetulan ketempatan satu buah janin, yang kelak akan lahir dari dirinya. Selanjutnya, alam, Tuhan, para bidan, dan para dokterlah yang harus bertanggung jawab aksn kelahiran bayinya kelak, misalnya dengan pembedahan Caesar.
Tingkah laku wanita yang total-pasif selama kehamilannya sangat khas, yaitu :
a.       Selalu bergantung dan menempel pada ibunya atau substitute atau pengganti ibunya.
b.      Ia menyuruh suaminya sebanyak mungkin melakukan semua tugas-tugasnya
c.       Pada umumnya semua tingkah lakunya sangat infantile, kebayi-bayian, kekanak-kanakan, lincah-gembira, seakan-akan dunia ini penih dengan nyanyian ria dan mainan belaka.
d.      Tetap saja ia bersikap pasif
e.       Maka di tengah kelincahan kegembiraan hati dan kondisi perutnya yang semakin membesar, menampakkan dirinya benar-benar menyerupai seorang gadis cilik yang tengah asyik bermain-main dengan bonekanya.
f.        Jika kehamilannya sudah menjadi semakin tua, wanita tersebut biasanya jadi sangat tidak sabaran, dan menjadi semakin pasif. Ia banyak mengeluh dan selalu saja mendesak-desak lingkungannyaagar kelahiran bayinya bisa dipercepat. 

6.        Faktor Psikis yang Mempengaruhi Proses Persalinan
Secara umum, gangguan psikis ini disebabkan beberapa faktor, yaitu
a.       Perubahan hormon
Perlu diketahui,  ketika mengandung bahkan setelah melahirkan terjadi fluktuasi hormonal dalam tubuh. Hal inilah yang antara lain menyebabkan terjadinya gangguan psikologis pada ibu yang baru melahirkan.
b.      Kurangnya persiapan mental
Kondisi psikis atau mental yang kurang dalam menghadapi berbagai kemungkinan seputar peran ganda merawat bayi, pasangan, dan diri sendiri. Terutama hal-hal baru dan luar biasa yang bakal dialami setelah melahirkan. Ini tentunya dapat menimbulkan masalah. Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis dan pada akhirnya meregangkan jalinan hubungan baik ibu dan anak yang semula tunggal dan harmonis.
c.       Keinginan narsistis
Keinginan yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayinya, dan ingin mempertahankan bayinya selama mungkin di dalam kandungan. Peristiwa ini disebabkan oleh :
a.       Fantasi tentang calon bayinya yang akan menjadi objek kasih sayang
b.      Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan.

Selamat dan Semangat Belajar. Terimakasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Ririn Saputri Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Provided By Free Blogger Templates | Freethemes4all.com

Free Website templatesSEO Web Design Agencyfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates