Hallo.. ok sekarang ririn ngepost tentang dinamika psikologi pada masa persalinan dan nifas. Disini ririn sebutin beberapa Adat Kebiasaan untuk ibu yang habis persalinan dari beberapa tempat. Yang dari Indonesia ooh jelas ada, yang dari negara luar juga ada..selamat membaca
DINAMIKA PSIKOLOGIS MASA PERSALINAN
1.
Adat
Kebiasaan Melahirkan
Banyak orang berspekulasi tentang mudah atau sulitnya
aktivitas melahirkan bayi, dengan memperbandingkan prosesnya dengan berbagai
suku bangsa yang mempunyai bermacam-macam budaya.
Penduduk pemeluk norma-norma tradisional secara ketat,
wanita-wanita primitif memiliki toleransi lebih besar terhadap penderitaan dan
rasa sakit ketika melahirkan bayinya. Dengan demikian proses melahirkan pada
wanita-wanita primitif itu lebih mudah dan lebih cepat. Dan proses-proses
reproduksi pada mereka itu kelihatannya lebih simple-sederhana, jika
dibandingkan dengan proses reproduksi pada wanita-wanita modern yang mengalami
“proses degeneratif” diakibatkan oleh kebudayaan yang memberikan banyak
kemudahan dan kemanjaan, yang menyebabkan tubuh dan mentalnya kurang
tertempa/terlatih untuk fungsi reproduksi atau melahirkan anak bayinya.
Banyak peneliti menyatakan, bahwa otot-otot panggul
wanita-wanita primitif itu lebih efisien daripada otot panggul wanita modern
yang serba “manja” sebab wanita-wanita dengan kebudayaan primitif itu hidupnya
lebih aktif dan kerjanya jauh lebih berat guna menghadapi tantangan alam, jika
dibandingkan dengan wanita modern yang hidup dalam kebudayaan tinggi dengan
macam-macam komfort dan fasilitas. Kerja berat dan kehidupan aktif jelas
memperkuat otot-otot panggulnya, sehingga memudahkan proses kelahirannya.
Sedang kebudayaan modern yang tinggi sekarang ini menyebabkan timbulnya
pengaruh yang sangat melemahkan dan inhibitif terhadap otot-otot panggul juga
terhadap aktifitas melahirkan anak.
Misalnya, proses kelahiran pada wanita-wanita daerah Tengger
di Pegunungan Bromo jarang berlangsung sangat lama. Biasanya berproses sekitar
satu atau dua jam saja. Pada beberapa suku-suku primitif di tanah batak daerah
kalimantan (suku dayak), Kubu (Daerah Sumatera Selatan) dan irian jaya serta
suku-suku primitif di Benua Australia, proses kelahiran itu biasanya
berlangsung beberapa menit saja. Ibu yang baru melahirkan itu segera memandikan
tubuhnya sendiri dan bayi yang baru dilahirkannya di sungai yang paling dekat,
lalu kembali pada tugas pekerjaannya yang terpotong atau terganggu oleh
aktivitas melahirkannya tadi. Seolah-olah tidak ada suatu peristiwa penting
yang terjadi pada dirinya.
Jika seorang wanita suku primitif yang tengah hamil itu
tiba-tiba merasakan tanda-tanda mau melahirkan, suatu saat ia akan melakukan
perjalanan jauh maka ia berhenti sebentar untuk menolong kelahiran bayi dan
diri sendiri, lalu meneruskan lagi perjalanannya sampai ia tiba di tempat yang
ingin ditujunya.
Biasanya proses melahirkan itu banyak dipengaruhi oleh
proses identifikasi wanita yang bersangkutan dengan ibunya. Jika ibunya mudah
melahirkan anak-anaknya maka pada umumnya anak-anak gadisnya kelak juga mudah
melahirkan bayinya. Dengan demikian pengaruh-pengaruh psikologis ibu ikut
memainkan peranan dalam fungsi reproduksi anak perempuannya. Dan sebaliknya
jika ibunya banyak mengalami kesulitan sewaktu melahirkan anaknya maka anak
gadisnya juga mengembangkan mekanisme sulit melahirkan bayinya. Maka proses
identifikasi itu tampaknya menyebabkan wanita yang bersangkutan menyerah
mengikuti pola melahirkan bayi yang dikembangkan oleh ibunya.
Fakta menunjukkan bahwa baik dikalangan wanita yang
berkebudayaan primitif maupun dikalangan wanita-wanita modern di kota-kota
besar, sering kali berlangsung peristiwa sebagai berikut : para wanita tersebut
ada kalanya dihadapkan pada gangguan – gangguan yang cukup serius dan macam-macam kesulitan sewaktu mereka
melahirkan bayinya. Kesulitan tersebut kadang kala menghadapkan wanita-wanita
tadi menjadi invalid atau meninggal dunia. Proses kelahiran yang sulit inilah
yang mendorong orang untuk mengembangkan ilmu kebidanan dan kedokteran, guna
memperingan penderitaan para ibu yang tengah melahirkan bayinya.
2.
Emosi
Pada Saat Hamil dan Proses Melahirkan
Banyaknya kemajuan dibidang kebidanan dan kedokteran untuk
meringankan proses melahirkan, namun kehidupan psikis wanita yang tengah
melahirkan bayinya itu sejak zaman purba hingga masa modern sekarang masih saja
banyak diliputi oleh macam-macam ketakutan dan ketakhayulan.
Pada zaman mutakhir ini kepercayaan pada kekuatan-kekuatan
gaib selama proses reproduksi sudah sangat berkurang. Sebab secara biologis,
anatomis dan psikologis, kesulitan-kesulitan pada peristiwa melahirkan bisa
dijelaskan dengan alasan-alasan patologis atau sebab abnormalitas
(keluar-kebiasaan). Namun dalam abad ilmiah dengan semua kemajuan ilmu
pengetahuan dan filsafat-filsafat materialistik ini, setan jahat yang membarengi
kelahiran bayi kemudiaan tampil dalam bentuk baru, yaitu berupa :
Kecemasan dan ketakutan pada dosa-dosa atau
kesalahan-kesalahan sendiri. Oleh rasa berdosa ini wanita yang bersangkutan
merasa amat takut kalau-kalau nantinya ia melahirkan bayi yang cacat jasmaniah
dan lahiriahnya.
Kita bisa memahami, bahwa lancar atau tidaknya proses
kelahiran itu banyak bergantung pada kondisi biologis, khususnya kondisi wanita
yang bersangkutan. Namun kita juga mengerti bahwa hampir tidak ada tingkah laku
manusia (terutama yang disadari) dan proses biologisnya yang tidak dipengaruhi
oleh proses psikis. Maka dapat dimengerti, bahwa membesarnya janin dalam
kandungan itu mengakibatkan calon ibu yang bersangkutan mudah capai, tidak
nyaman badan, tidak bisa tidur enak, sering mendapatkan kesulitan dalam
bernafas, dan macam-macam beban jasmaniah lain lainnya diwaktu kehamilannya.
Semua pengalaman tersebut di atas pasti mengakibatkan
timbulnya rasa tegang, ketakutan, kecemasan, konflik-konflik batin dan material
psikis lainnya.
Lagi pula semua keresahan hati serta konflik-konflik batin
yang lama-lama, kini menjadi akut dan intensif kembali dengan bertambahnya
beban jasmaniah selama mengandung; lebih-lebih pada saat mendekati kelahiran
bayinya.
3.
Faktor
Somatik dan Psikis yang Mempengaruhi Kelahiran
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi,
yaitu sejak turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu
senantiasa saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh
pengaruh-pengaruh psikis tertentu. Maka ada :
a. Interdependensi di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah)
dengan faktor-faktor psikis.
b. Jadi pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu
selalu dimuati pula oleh elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan
pengalaman-pengalaman emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan
ikut berperan dalam kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran
bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai
kesempatan untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan.
Juga para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk
memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibukkan
oleh faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk
memperhatikan kehidupan psikis wanita melahirkan tadi. Pada umumnya dokter dan
bidan menganggap tugas mereka telah selesei, apabila bayinya sudah lahir dengan
selama, dan ibunya tidak menunjukkan tanda-tanda patologis atau kelainan-kelainan
pada kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi
(pertolongan interventif sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi,
apabila terlihat tanda-tanda kelainan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali
tidak mengharapkan terjadinya proses melahirkan yang abnormal. Bahkan ada
kalanya para dokter melakukan pembedahan (kelahiran artifical), dan menerapkan
hipnose untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka
tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang
spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern,
berkat bantuan alat-alat kabidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yang
bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan
tentang reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara
spontan. Yaitu memperhatikan :
a. Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang
paling memuncak dan paling mengesankan dalam hidupnya,
b. Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi
psikologis dari kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa
kehamilan. Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda
pendahuluan. Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun.
Pada setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan
timbul kontaksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi
mau melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan :
Tekanan – tekanan yang semakin terasa berat di dalam perut,
keteganga-ketegangan batin, dan sesak nafas (sulit bernafas).
Bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik
menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan.
Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan,
duduk-berdiri-tidur serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat
menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin
yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai
dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan
sebagai beban yang amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama berminggu-minggu
terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada
akhirnya meregangkan runitas ibu anak yang semula tunggal dan harmonis.
Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu menimbulkan pula
semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban derita fisik ini
menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang diwarnai oleh
“sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan
dengan sangat agar “endofarasit” yang
dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan
bertambah banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah
hamil itu secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya.
Akibatnya, relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas
aku-kamu (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas.
Timbulan dualitas perasaan, yaitu :
a. Harapan-cinta-kasih; dan
b. Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus
cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama menjadi sumber
ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama
minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan
untuk mempertahankan janinnya cepat-cepat. Pada umumnya peristiwa ini
berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan
janin itu merupakan ekspresi dari kepuasan-diri yang narsistik (dan lindungi
janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan yang
narsistik ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan
janinnya selama mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan
semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga
ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan
kelahiran bayinya, selama mungkin.
Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a. Fantasi tentang bakal bayinya yang segera lahir sebagai
objek kasih sayang, ditambah dengan
b. Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan,
kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat “melemparkan sang bayi keluar” dari
kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan
patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang atau
mengeluarkan bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran
premature (lahir sebelum waktunya).
Sebaliknya
jika :
a. Unitas yang narsitis dari sang ibu berupa kesombongan untuk
mempertahankan dan memiliki janin yang unggul,
b. Ditambah dengan kecemasan ibu kalau-kalau bayinya nanti
tidak mendapatkan jaminan keamanan jika sudah ada diluar rahim ibunya, lagi
pula
c. Ibu tersebut merasa tidak atau belum mampu memikul tanggung
jawab baru sebagai ibu muda, maka masa kehamilan itu akan jadi lebih panjang
atau lama. Dengan kata-kata lain, muncullah kecenderungan yang sangat kuat
untuk memperpanjang kehamilan.
Ada rasa melekat yang kuat terhadap status quo; dan timbul
pula banyak kecemasan yang akan berkembang menjadi disharmoni atau pecahnya
unitas ibu-anak. Muncul pula ketakutan menghadapi kesakitan dan risiko bahaya
melahirkan bayinya. Semua peristiwa ini merupakan hambatan untuk mengakhiri masa
kehamilan, dan terjadilah perpanjangan masa kehamilan.
Selanjutnya, disharmoni pada unitas relasi ibu anak pada
minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menjadi prelude dari proses pemisahan
(bayinya terpisah dari ibunya, keluar dari rahim ibu) yang permanen. Secara
sadar, amat banyak wanita yang mendambakan anak pertamanya adalah laki-laki.
Sebab banyak sekali tersembunyi dalam dambaan tersebut keinginan untuk “lahir
kembali sebagai laki-laki”, sebagai proses penyempurnaan dirinya. Sebab
laki-laki adalah lambang dari hidup serta keperkasaan. Juga sang ayah dan kakek
biasanya mengharapkan, agar anak dan cucu pertama adalah laki-laki, sebagai
lambang dari :
a. Kelahiran kembali diri mereka
b. Dan sebagai tanda keabadian kepribadiannya
Banyak pula wanita yang mengikuti pola harapan semacam ini,
sebagai tanda cinta-kasihnya terhadap suami. Motivasi utama yang terselip di
dalamnya adalah penghargaan yang dikaitkan pada hari-hari mendatang; yang pada
diri anak lelakinya-lah wanita tersebut mendambakan hadirnya seorang pria yang
bisa mengasihi dan melindungi dirinya, terutama jika ia sudah menjadi tua
renta.
4.
Kegelisahan
dan Ketakutan Menjelang Kelahiran
Pada setiap wanita, baik yang bahagia maupun yang tidak
bahagia, apabila dirinya jadi hamil pasti akan dihinggapi campuran perasaan,
yaitu rasa kuat dan berani menanggung segala cobaan, dan rasa-rasa lemah hati,
takut, ngeri; rasa cinta dan benci; keragu-raguan dan kepastian; kegelisahan
dan rasa tenang bahagia; harapan penuh kebahagiaan dan kecemasan, yang semuanya
menjadi semakin intensif pada saat mendekati masa kelahiran bayinya.
Sebab-sebab semua kegelisahan dan ketakutan antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Takut mati
Sekalipun peristiwa kelahiran itu adalah satu fenomena
fisiologis yang normal, namun hal tersebut tidak kalis dari resiko dan bahaya
kematian. Bahkan pada proses yang normal sekalipun senantiasa disertai
perdarahan dan kesakitan hebat, peristiwa inilah yang menimbulkan
ketakutan-katakutan khususnya takut mati baik kematian dirinya sendiri maupun
anak bayi yang akan dilahirkan.
Pada saat sekarang perasaan takut mati itu tidak perlu ada
atau tidak perlu dilebih-lebihkan, berkat asanya metode-metode yang efektif
untuk mengatasi macam-macam bahaya pada proses kelahiran. Dan berkat adanya
kemajuan ilmu kebidanan serta pembedahan untuk mengatasi anormali-anormali
anatomi-anatomis.
b. Trauma kelahiran
Berkaitan dengan perasaan takut mati yang ada pada wanita
pada saat melahirkan bayinya, adapula ketakutan lahir (takut dilahirkan di dunia ini) pada anak bayi, yang
kita kenal sebagai “trauma kelahiran”. Trauma kelahiran ini berupa ketakutan
berpisahnya bayi dari rahim ibunya. Yaitu merupakan ketakutan “hipotesis” untuk
dilahirkan di dunia, dan takut terpisah dari ibunya.
c. Perasaan bersalah/berdosa
Sebab lain yang menimbulkan ketakutan akan kematian pasa
proses melahirkan bayinya adalah : Perasaan bersalah atau berdosa terhadap
ibunya.
Perasaan berdosa terhadap ibu ini erat hubungannya dengan
ketakutan akan mati pada saat wanita tersebut melahirkan bayinya. Oleh karena
itu kita jumpai adat kebiasaan sejak zaman dahulu sampai masa sekarang berupa :
1) Orang lebih suka dan merasa lebih mantap kalau ibunya (nenek
sang bayi) menunggui dikala ia melahirkan bayinya.
2) Maka menjadi sangat pentinglah kehadiran ibu tersebut pada
saat anaknya melahirkan bayinya.
d. Ketakutan riil
Pada saat wanita hamil, ketakutan untuk melahirkan bayinya
itu bisa diperkuat oleh sebab-sebab konkret lainnya, misalnya :
1) Takut kalau-kalau bayinya akan lahir cacat, atau lahir dalam
kondisi yang patologis
2) Takut kalau bayinya akan bernasib buruk disebabkan oleh
dosa-dosa ibu itu sendiri dimasa silam.
3) Takut kalau beban hidupnya akan menjadi semakin berat oleh
kelahiran sang bayi
4) Munculnya elemen ketakutan yang sangat mendalam dan tidak
disadari, kalau ia akan dipisahkan dari bayinya
5) Takut kehilangan bayinya yang sering muncul sejak masa
kehamilan sampai waktu melahirkan bayinya. Ketakutan ini bisa diperkuat oleh rasa-rasa
berdosa atau rasa bersalah.
5.
Reaksi
Wanita Hiper masculine dan Reaksi Wanita Total Pasif Dalam Menghadapi Kelahiran
Wanita – wanita yang sangat aktif dan hipermaskulin bersifat
kejantan-jantanan ekstrim, sejak mula pertama kehamilannya senatiasa diombang-ambingkan
di antara keinginan instrinktif untuk memiliki seorang anak melawan rasa
keengganan untuk melahirkan anak sendiri, karena anak tersebut diduga bisa
menghambat kariere dan kebahagiaannya. Kehidupan emosionalnya senantiasa goyah
dilanda kerinduan-cinta pada seorang anak kotra kebencian akan mendapatkan
keturunan. Kedua gejala tersebut bisa memuncak, lalu meletus jadi fenomena
neurotis yang obsesif. Sebagai akibatnya, wanita tersebut tidak mempunyai
kepercayaan diri, dan sering dikacau oleh gangguan-gangguan saraf, antara lain
berupa :
Migraine (kepilau) atau sakit kepala yang hebat pada satu
sisi kepalanya. Juga muncul banyak konflik dalam batinnya.
Apabila wanita yang sedemikian ini pada suatu saat
benar-benar menjadi hamil, maka konflik-konflik batinnya menjadi semakin akut.
Kehamilannya dirasakan sebagai suatu “peristiwa mimpi”, atau dirasakan sebagai
pengalaman somnabulistis, seperti mimpi berjalan. Dan selalu saja ia
dikejar-kejar oleh emosi-emosi yang antagonistis.
Dia juga dimuati oleh macam-macam kecemasan. Yaitu : cemas
kalau sang bayi akan menghambat profesinya, bisa mematikan segala bakat dan
kemampuan ibunya, kecemasan kalau-kalau ia tidak mampu memelihara bayinya.
Cemas kalau-kalau ia tidak bisa membagi waktunya untuk menjamin kelancaran
rumah tangga, mengasuh anak, dan mencapai karier dalam profesinya dan
lain-lain. Jelaslah, bahwa sumber dari konflik-konflik batin tadi adalah :
a. Bertandingnya konflik-konflik yang lebih fundamental. Yaitu
antara dorongan maskulinitas melawan dorongan feminitasnya
b. Dorongan maskulinitas lebih memberatkan prestasi, kariere
dan jabatan, sedang dorongan feminitas secara naluriah menginginkan seorang
anak sendiri.
Kebalikan
yang ekstrim dari wanita hiperaktif ialah waktu yang mengalami proses kelahiran
bayinya secara total-pasif. Selama kehamilannya, wanita yang hiper-pasif ini
sama sekali tidak menyadari keadaan dirinya, dan tidak merasa bertanggung jawab
pada segala sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Ia cuma tahu bahwa perutnya
secara kebetulan ketempatan satu buah janin, yang kelak akan lahir dari
dirinya. Selanjutnya, alam, Tuhan, para bidan, dan para dokterlah yang harus
bertanggung jawab aksn kelahiran bayinya kelak, misalnya dengan pembedahan
Caesar.
Tingkah
laku wanita yang total-pasif selama kehamilannya sangat khas, yaitu :
a. Selalu bergantung dan menempel pada ibunya atau substitute
atau pengganti ibunya.
b. Ia menyuruh suaminya sebanyak mungkin melakukan semua
tugas-tugasnya
c. Pada umumnya semua tingkah lakunya sangat infantile,
kebayi-bayian, kekanak-kanakan, lincah-gembira, seakan-akan dunia ini penih
dengan nyanyian ria dan mainan belaka.
d. Tetap saja ia bersikap pasif
e. Maka di tengah kelincahan kegembiraan hati dan kondisi
perutnya yang semakin membesar, menampakkan dirinya benar-benar menyerupai seorang
gadis cilik yang tengah asyik bermain-main dengan bonekanya.
f.
Jika
kehamilannya sudah menjadi semakin tua, wanita tersebut biasanya jadi sangat
tidak sabaran, dan menjadi semakin pasif. Ia banyak mengeluh dan selalu saja
mendesak-desak lingkungannyaagar kelahiran bayinya bisa dipercepat.
6.
Faktor
Psikis yang Mempengaruhi Proses Persalinan
Secara
umum, gangguan psikis ini disebabkan beberapa faktor, yaitu
a. Perubahan hormon
Perlu diketahui,
ketika mengandung bahkan setelah melahirkan terjadi fluktuasi hormonal
dalam tubuh. Hal inilah yang antara lain menyebabkan terjadinya gangguan
psikologis pada ibu yang baru melahirkan.
Kondisi psikis atau mental yang kurang dalam menghadapi berbagai
kemungkinan seputar peran ganda merawat bayi, pasangan, dan diri sendiri.
Terutama hal-hal baru dan luar biasa yang bakal dialami setelah melahirkan. Ini
tentunya dapat menimbulkan masalah. Penderitaan fisik dan beban jasmaniah
selama berminggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan
psikis dan pada akhirnya meregangkan jalinan hubungan baik ibu dan anak yang
semula tunggal dan harmonis.
c. Keinginan narsistis
Keinginan yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran
bayinya, dan ingin mempertahankan bayinya selama mungkin di dalam kandungan.
Peristiwa ini disebabkan oleh :
a. Fantasi tentang calon bayinya yang akan menjadi objek kasih
sayang
b. Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan.
0 komentar on "Dinamika Psikoloogi Masa Persalinan"
Posting Komentar